Nama : Krisna Widiasa
NIM :1B115850
KELAS : Ilmu Sosial Dasar
MATERI : Kebijakan Pemerintah
Tugas Kelompok : 2
Kelas : 4KA44/TKA 15
A. Strategi Pemerintah Jokowi Kurangi Tingkat Kemiskinan
Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mematok tingkat kemiskinan di kisaran 9 persen-10 persen dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 atau turun dari target 10,3 persen di APBN-P 2015. Untuk menekan jumlah orang miskin di Indonesia, pemerintah menyiapkan sejumlah strategi.
Deputi Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM
Bappenas Rahma Iryanti memasukkan target pembangunan atau indikator
kesejahteraan dalam RAPBN 2016, meliputi tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran dan rasio
ketimpangan pendapatan (gini ratio).
Rahma menyebut, tingkat kemiskinan ditargetkan merosot
menjadi 9 persen sampai 10 persen pada 2016. Gini ratio dipatok 0,39 dan tingkat
pengangguran terbuka menurun jadi 5,2 persen. Sedangkan tingkat kemiskinan di
APBN-P 2015 disepakati di level 10,3 persen, tingkat pengangguran 5,6 persen
dan gini ratio turun 0,40.
"Kita menjaga supaya penduduk miskin tidak semakin
jatuh ke bawah garis kemiskinan melalui pengembangan hidup berkelanjutan.
Mendorong penciptaan lapangan kerja dan memberdayakan UMKM serta
koperasi," ucap dia saat Rapat Panja Pemerataan Pembangunan antara
pemerintah dan Banggar di Gedung DPR, Jakarta, Senin (22/6/2015).
Rahma menambahkan, pemerintah sudah mempunyai program
prioritas untuk mencapai sasaran target pembangunan tersebut. Meliputi program
mengurangi beban penduduk miskin, bantuan tunai bersyarat atau Program Keluarga
Harapan (PKH), penyediaan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
"Memperbaiki kebijakan penyaluran raskin, penyediaan
layanan kesehatan bagi warga kurang mampu lewat Kartu Indonesia Sejahtera
(KIS), beasiswa bagi 21 juta siswa kurang mampu melalui Kartu Indonesia Pintar
(KIP), upaya program SJSN Ketenagakerjaan yang efektif per 1 Juli 2015,"
jelas Rahma.
Strategi lain, lanjut dia, pembangunan masyarakat desa di
499 kecamatan, pemberian beasiswa kepada 75 ribu mahasiswa, 221 ribu beasiswa
dalam program Bidik Misi, 25 ribu Bidik Misi on going Perguruan Tinggi Swasta
dan pengembangan perumahan dengan sasaran 550 ribu unit rumah susun.
"Yang perlu dilakukan memperbaiki regulasi
penanggulangan kemiskinan, perbaikan kebijakan penyaluran
bansos dan pemberdayaan masyarakat termasuk beberapa regulasi lain soal jaminan
sosial nasional per 1 Juli," terang Rahma.
Pemerintah Jokowi, sambungnya, juga akan mempertahankan
daya beli penduduk miskin agar tidak semakin jatuh ke bawah garis kemiskinan.
Rahma mengaku, ada 5.300 kecamatan akan difasilitasi dana amanah, memberi
stimulan rumah kepada keluarga fakir miskin, memberdayakan nelayan dengan
target sasaran 200 kampung nelayan dan petani.
B. NERACA
Jakarta - Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
(PPN)/Kepala Bappenas di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY), Armida Alisjahbana menuturkan, memasuki awal 2015 nanti, pemerintah di
bawah kepemimpinan presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta fokus pada persoalan
pengentasan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).
Armida menjelaskan, pengangguran terbuka sudah mengalami penurunan
di tahun terakhir pemerintahan SBY. Dari 6,17 persen di Agustus 2013 menjadi
5,94 persen di Agustus 2014.
Dia menyakini, penuntasan persoalan pengangguran menjadi
kunci mempercepat laju pertumbuhan ekonomi nasional.
"Tahun 2015 merupakan tahun pertama yang diharapkan
betul-betul bisa total memperhatikan penciptaan kesempatan kerja, artinya
pemerintah harus bisa menjalankan visi misinya," tegas Armida di Jakarta,
Kamis (4/12).
Sebelumnya Armida juga mengutarakan efektivitas kebijakan
dan program pengentasan kemiskinan akan ditingkatkan pada pemerintahan yang
baru. Peningkatan ini dilakukan berdasarkan pengalaman dan evaluasi pemerintah
menurunkan angka kemiskinan dalam sepuluh tahun terakhir.
Menurut Data Pencapaian Kinerja Pembangunan Kabinet Indonesia
Bersatu I dan II, pada 2013, jumlah penduduk miskin berhasil diturunkan menjadi
28,1 juta (11,4 persen), lebih rendah dari tahun 2004 yang masih 36,1 juta
(16,7 persen). Penurunan ini terjadi saat perekonomian global dan domestik
mengalami perlambatan. Karena itu, pemerintah akan mengefektifkan kembali
program yang sudah ada. “Pengentasan kemiskinan ini ada program-program yang
pro rakyat, bantuan dan perlindungan sosial, sudah ada cetak biru transportasi,
dan perlindungan sosial. Mengentaskan kemiskinan ini jangka panjang,” ujarnya.
Dalam RPJMN ketiga itu, transformasi dilakukan pada
program penanggulangan kemiskinan Klaster I berupa bantuan dan perlindungan
sosial. Klaster ini diantaranya meliputi Bantuan Siswa Miskin (BSM), Jaminan
Kesehatan Masyarakat, beras untuk masyarakat miskin (raskin), Program Keluarga
Harapan (PKH), dan program kompensasi bersifat sementara. Program BSM,
misalnya, akan diperluas cakupannya termasuk kemudahan administrasi bagi
penerima BSM di pelosok daerah. “Penyaluran BSM ini kerjasama dengan BPD-BPD
(Bank Pembangunan Daerah), dan bertahap,” tuturnya.
Sementara, kelanjutan penanggulangan kemiskinan Klaster
II yakni Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri bergantung
pada presiden yang baru. “Prinsipnya ini program bagus dan basisnya masyarakat.
Kalau kunjungan ke daerah itu banyak yang minta PNPM tetap dipertahankan karena
bagus,” ujarnya.
Klaster III penanggulangan kemiskinan berbasis
pemberdayaan Usaha Ekonomi Mikro dan Kecil masih belum optimal menjangkau sektor
hulu pertanian, perikanan, hingga industri kecil. Masih tingginya potensi
penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini maka tahun 2014 penyaluran KUR
ditargetkan meningkat dari sebelumnya Rp32 triliun menjadi Rp40 triliun.
Dengan efektifitas kebijakan program penanggulangan
kemiskinan ini maka pada 2015-2019 pertumbuhan ekonomi bisa terus berada di
atas enam persen, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita masyarakat ditarget
mencapai US$7.000, dan tingkat kemiskinan 6-8 persen. Sedangkan pada RPJMN
keempat periode 2019-2025, PDB per kapita masyarakat ditarget bisa di atas
US$12.000 per tahun atau minimal mencapai batas negara berpendapatan menengah,
dan tingkat kemiskinan 4-5 persen. “Akhir RPJMN keempat, menurut undang-undang,
kemiskinan dan pengangguran harus kurang dari 5 persen untuk menuju ke situ
maka perlu merumuskan program lima tahun ke depan,” ujarnya.
Armida menambahkan, dengan program pengentasan kemiskinan
yang sudah ada maka koefisien gini (gini ratio) atau ketimpangan distribusi
pendapatan dipastikan berkurang. Saat ini koefisien gini masih berada pada
tahap ketimpangan menengah di angka 0,41. Gejolak perekonomian global dan
domestik menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan terjadi di Indonesia.
Pengamat Sosiologi Pedesaan yang juga Direktur Eksekutif
Lembaga Studi dan Pengembangan Sumberdaya Insani, Alam, Lingkungan (SPASIAL)
Muliadi Saleh mengatakan perlu perbaikan dan pembangunan infrastruktur dasar
untuk mengentaskan kemiskinan di daerah pedesaan Sulawesi Selatan (Sulsel).
"Perlu pembangunan dan perbaikan infrastruktur dasar
di wilayah pedesaan, ini penting karena salah satu penyebab kemiskinan adalah
terputusnya akses masyarakat terhadap berbagai layanan publik," kata
Muliadi seperti dilansir kantor berita Antara, kemarin.
Pembangunan dan perbaikan infrastruktur dasar seperti
jalan dan jembatan, akan memudahkan masyarakat memperoleh akses pelayanan
publik dasar seperti pendidikan dan kesehatan yang akan membantu masyarakat
terlepas dari kemiskinan. "Akses lain yang dibutuhkan misalnya akses
permodalan ke perbankan," tambahnya.
Menurut Muliadi, terdapat berbagai faktor yang dapat
menyebabkan kemiskinan, antara lain secara alamiah karena faktor lingkungan,
maupun kemiskinan struktural. "Secara alamiah, faktor lingkungan terjadi
pada daerah-daerah yang miskin sumber daya alam, seperti Kabupaten
Jeneponto," ujarnya mencontohkan.
Sementara kemiskinan struktural terjadi karena desa belum
menjadi pengambil keputusan utama dalam kegiatan pembangunan. Dengan demikian,
sering kali, apa yang menjadi kepentingan masyarakat desa justru tidak
terakomodir.
Sebelumnya, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,
dan Transmigrasi Marwan Jafar menilai kesenjangan sosial ekonomi masyarakat
kota dan desa masih sangat timpang. Hal ini yang mendorong arus urbanisasi
terus terjadi. Jika dibiarkan, ada kekhawatiran desa akan ditinggalkan oleh
penduduknya.
Ia mengatakan, ketimpangan antara kota dan desa ini
merupakan masalah serius yang dihadapi pemerintah saat ini. Dalam catatan
Kementerian Desa, pada tahun 1980-an sekitar 78 persen jumlah penduduk
Indonesia tinggal di pedesaan. Namun saat ini jumlah penduduk yang tinggal kota
dan desa hampir berimbang.
Jumlah penduduk yang tinggal di desa saat ini hanya
tinggal 50,2 persen. Sisanya 49,8 persen sudah tinggal di kota. "Jika tren
urbanisasi ini dibiarkan, maka diperkirakan tahun 2025 nanti sekitar 65 persen
penduduk Indonesia akan berada di kota," kata Marwan.
Menurutnya, kemiskinan jadi penyebab utama urbanisasi
ini. Tahun lalu, persentase penduduk desa yang hidup di bawah garis kemiskinan
adalah sebesar 13,8 persen. Sementara penduduk kota berjumlah lebih kecil yaitu
8,2 persen.
Tingkat kemiskinan di desa, menurut Marwan, jauh lebih
dalam dan lebih parah dibandingkan di kota. Hal ini digambarkandengan Indeks
Kedalaman Kemiskinan di kota mencapai 1,25, sementara di desa jauh lebih besar
yaitu sebesar 2,24. "Semakin tinggi nilai indeks ini artinya semakin jauh
rata-rata pengeluaran penduduk miskin dari garis kemiskinan," kata Marwan.
Kemiskinan adalah masalah yang sangat penting untuk diatasi oleh Indonesia
maupun Negara lain, tingkat kemiskinan merupakan salah satu tolak ukur
penilaian bagi sebuah Negara apakah Negara itu makmur dan sejahtera atau tidak,
semakin tinggi tingkat kemiskinan maka Negara itu dapat dikatakan belum makmur
begitupun sebaliknya semakin rendah tingkat kemiskinan suatu Negara, maka
semakin makmur dan sejahtera Negara tersebut. Setiap Negara mempunyai cara
masing-masing dalam mengatasi masalah kemiskinan di dalam negaranya, begitupun
dengan Negara Indonesia. Inilah beberapa kebijakan yang pemerintah ambil dalam
mengatasi kemiskinan.
C. Tingkat Kemiskinan
Tingkat
kemiskinan pada tahun ini diprediksi akan lebih tinggi dibandingkan target
pemerintah yakni sebesar 10,5 persen. Salah satu penyebabnya adalah shock
akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di pekan ketiga Juni
2013."Nanti September BPS akan merilis survei. Berapa jumlahnya,
saya kurang tahu persis. Mungkin ada tambahan satu sampai dua persen (jumlah
penduduk miskin)," ujar Anggota Komisi XI DPR RI Arif Budimanta, Ahad
(18/8). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin per
Maret 2013 mencapai 28,07 juta atau 11,37 persen dari total penduduk Indonesia.
Angka tersebut mengalami penurunan 0,52 juta dibandingkan dengan penduduk
miskin per September 2012 sebesar 28,59 juta (11,66) persen.
Beberapa faktor
penyebab turunnya angka kemiskinan antara lain inflasi berdasarkan komponen
umum secara kumulatif relatif rendah, upah harian nominal buruh tani dan
bangunan yang meningkat serta stabilnya harga beras. Secara keseluruhan
garis kemiskinan meningkat dari Rp 259.520 per kapita per bulan pada September
2012 menjadi Rp 271.626 per kapita per bulan pada Maret 2013. Selama
periode September 2012-Maret 2013, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan
berkurang 0,18 juta orang (dari 10,51 juta pada September 2012 menjadi 10,33
juta pada Maret 2013).
Sedangkan di daerah
pedesaan berkurang 0,35 juta (dari 18,09 juta pada September 2012 menjadi 17,74
juta pada Maret 2013). Berturut-turut, pada 2009, BPS mencatat jumlah penduduk
miskin 32,53 juta atau 14,15 persen, kemudian pada 2010 31,02 juta atau 13,33
persen, Maret 2011 30,02 juta atau 12,49 persen, September 2011 29,89 juta atau
12,36 persen dan Maret 2012 29,13 juta atau 11,96 persen.
Dengan tingginya inflasi beberapa bulan belakangan,
Arif memperkirakan tingkat kemiskinan akan berada di atas 12 persen. Terkait
target pemerintah yakni 10,5 persen, Arif menilai itu adalah batas atas di mana
batas bawahnya adalah 8,0 persen.
"Tanpa kerja
apa-apa juga trennya memang seperti itu penurunan kemiskinannya. Jadi, tak ada
extra effort yang dilakukan. Artinya apa? seluruh stimulus dari proses
kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah selama ini tak memberikan efek
elastisitas yang tinggi terhadap penurunan kemiskinan dari setiap proses
pertumbuhan yang ada," kata Arif. Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas Armida Salsiah Alisjahbana mengakui dengan tingkat
kemiskinan per Maret 2013 yang mencapai 11,37 persen, target akhir tahun ini
10,5 persen memang berat untuk dicapai.Salah satu pemicunya adalah lonjakan
harga sejumlah kebutuhan yang berujung pada tingkat inflasi tinggi.
"Tapi kita best effort," ujar Armida seraya menyebut terdapat
sejumlah program seperti raskin, BLSM hingga BSM untuk membantu keluarga
miskin.
D. Kebijakan
Pemerintah
Untuk mengatasi masalah kemiskinan, pemerintah memiliki peran yang besar. Namun
dalam kenyataannya, program yang dijalankan oleh pemerintah belum mampu
menyentuh pokok yang menimbulkan masalah kemiskinan ini. Ada beberapa program
pemerintah yang sudah dijalankan dan dimaksudkan sebagai solusi untuk mengatasi
masalah kemiskinan ini. Seperti di antaranya adalah program Bantuan Langsung
Tunai yang merupakan kompensasi yang diberikan usai penghapusan subsidi minyak
tanah dan program konversi bahan bakar gas.
Selain itu ada juga
pelaksanaan bantuan di bidang kesehatan yaitu jaminan kesehatan masyarakat atau
Jamkesnas. Namun kedua hal tersebut tidak memiliki dampak signifikan terhadap
pengurangan angka kemiskinan. Bahkan beberapa pakar kebijakan negara menganggap,
bahwa hal tersebut sudah seharusnya dilakukan pemerintah. Baik ada atau tidak
ada masalah kemiskinan di indonesia. Negara wajib menyediakan jaminan kesehatan
dan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang dasar
1945.
E. Perekonomian Indonesia pada masa Pemerintahan SBY
Pada pemerintahan SBY
kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara Indonesia, atau
menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebijakan bantuan langsung tunai
kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan sampai pada
tangan rakyat atau masyarakat yang membutuhkan, kebijakan menyalurkan bantuan
dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di Negara Indonesia. Akan tetapi
pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam perekonomian Indonesia
terdapat masalah dalam kasus Bank Century yang sampai saat ini belum
terselesaikan bahkan sampai mengeluarkan biaya 93 miliar untuk menyelesaikan
kasus Bank Century ini..
Kondisi perekonomian pada masa
pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang sangat baik. Pertumbuhan ekonomi
Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi dunia pasca
krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan
ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6 persen pada 2010 dan meningkat menjadi
6-6,5 persen pada 2011. Dengan demikian prospek ekonomi Indonesia akan lebih
baik dari perkiraan semula.
Sementara itu, pemulihan ekonomi global
berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia.
Kinerja ekspor nonmigas Indonesia yang pada triwulan IV-2009 mencatat
pertumbuhan cukup tinggi yakni mencapai sekitar 17 persen dan masih berlanjut
pada Januari 2010.
Salah satu penyebab utama kesuksesan
perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang berfokus
pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara.Perkembangan yang
terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang signifikan terhadap
persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain masih tetap
ada. Pertama, pertumbuhan makroekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh
lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas
ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki
pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di
bawah garis kemiskinan.
Tingkat pertumbuhan ekonomi periode 2005-2007 yang dikelola pemerintahan
SBY-JK relatif lebih baik dibanding pemerintahan selama era reformasi dan
rata-rata pemerintahan Soeharto (1990-1997) yang pertumbuhan ekonominya sekitar
5%. Tetapi, dibanding kinerja Soeharto selama 32 tahun yang pertumbuhan
ekonominya sekitar 7%, kinerja pertumbuhan ekonomi SBY-JK masih perlu
peningkatan. Pertumbuhan ekonomi era Soeharto tertinggi terjadi pada tahun 1980
dengan angka 9,9%. Rata-rata pertumbuhan ekonomi pemerintahan SBY-JK selama
lima tahun menjadi 6,4%, angka yang mendekati target 6,6%.
Sumber :
http://bisnis.liputan6.com/read/2256860/strategi-pemerintah-jokowi-kurangi-tingkat-kemiskinan
[Diakses 12 Januari 2016]
0 comments
Post a Comment